Rabu, 18 Mei 2011

Indonesia Satellite History - Part 3

Part 3: LAPAN and INSPIRE Satellite Program


LAPAN Satellite Program

Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional atau yang lebih dikenal dengan singkatan LAPAN memiliki banyak kegiatan observasi di bidang keantariksaan. Salah satunya adalah  penelitian dan pengembangan satelit pada Pusat Teknologi Satelit LAPAN. Beberapa satelit telah dibuat dan diluncurkan oleh LAPAN dan diharapkan program ini akan berlanjut guna kemandirian di bidang teknologi dirgantara melalui pengembangan satelit dan roket.

INASAT-1

INASAT-1
Tahun 2006 lalu menjadi tahun yang sangat penting bagi bidang persatelitan Indonesia. Pasalnya pada tahun tersebut Indonesia berhasil membuat* satelit pertama buatan negeri sendiri. Satelit yang diberi nama INASAT-1 tersebut adalah satelit nano alias satelit yang menggunakan komponen elektronik berukuran kecil, dengan berat sekitar 10-15 kg. Satelit itu dirancang dengan misi untuk mengumpulkan data yang berhubungan erat dengan data lingkungan (berupa fluks magnet didefinisikan sebagai muatan ilmiah) maupun housekeeping yang digunakan untuk mempelajari dinamika gerak serta penampilan sistem satelit di orbitnya. Adapun satelit itu dirancang bersama oleh PT Dirgantara Indonesia dan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), khususnya Pusat Teknologi Elektronika (Pustek) Dirgantara. Berbekal nota kesepakatan antara LAPAN, PT Dirgantara Indonesia, serta dukungan dana dari Riset Unggulan Kemandirian Kedirgantaraan 2003, maka dimulailah rancangan satelit Nano dengan nama INASAT-1 (Indonesia Nano Satelit-1).


Satelit yang lama pengembangannya sekitar 10 bulan, sejak Februari hingga November 2003, mempunyai dua skenario operasi. Pertama, satelit akan mengirimkan datanya ketika berada di atas Indonesia. Kedua, ketika di luar Indonesia, satelit hanya akan mengumpulkan data tanpa mengirimkannya data ke bumi. Pengaturan skenario itu akan dilakukan secara otomatis melalui program On Board Computer (OBC) berdasarkan data bujur dan lintang yang dihitung dan diprediksi secara otomatis oleh (OBC) atau Flight Processor dari satelit. INASAT-1 merupakan proyek yang menghabiskan biaya Rp 725 juta. Satelit yang menggunakan saluran komunikasi VHF/UHF itu diperkirakan sanggup mengorbit selama 6 hingga 12 bulan. Namun hingga saat ini INASAT-1 belum pernah mengorbit*.

*Koreksi dari Pak Ridanto see Comment

LAPAN-TUBSAT (A1)

Setelah sukses dengan satelit nano pertama buatan Indonesia (INASAT-1) berselang satu tahun kemudian LAPAN meluncurkan satelit mikro pertama buatan Indonesia. Satelit tersebut dinamai LAPAN-TUBSAT yang merupakan hasil kerjasama LAPAN dengan TU Berlin, Jerman. Satelit tersebut dirancang berdasarkan platform satelit TU Berlin yang bernama DLR-TUBSAT. Memiliki bentuk kotak dengan dinemsi 45 x 45 x 27 cm dan berat 57 Kg, satelit LAPAN-TUBSAT mengangkut muatan penginderaan beresolusi tinggi yang berguna memantau situasi bumi seperti kebakaran hutan, gunung berapi, banjir, dll pada ketinggian 630 Km. Satelit ini berorbit polar atau mengelilingi bumi dengan melewati kutub. Satelit tersebut melewati wilayah Indonesia sebanyak dua kali per hari.

LAPAN-TUBSAT dalam persiapan
Pada peristiwa letusan Gunung Merapi pada 2010, LAPAN-TUBSAT dapat mengambil gambar dengan sangat baik. Saat itu, satelit-satelit penginderaan jauh milik negara-negara maju, tidak dapat mengambil gambar gunung itu karena seluruh wilayah udara di Merapi tertutup awan akibat erupsi. Sementara itu LAPAN-TUBSAT memiliki kelebihan untuk dapat digerakkan sehingga mampu 'melirik' dari sisi samping wilayah yang ingin dilihat. Pada satu hari itu, hanya LAPAN-TUBSAT yang berhasil melihat Merapi dari 650 kilometer di atas permukaan bumi.

Dalam rancangan awalnya, satelit ini hanya akan berusia tidak lebih dari dua tahun. Namun ternyata pada 10 Januari 2011 kemarin satelit LAPAN-TUBSAT berhasil melebihi target yaitu telah mengorbit selama tepat 4 tahun. Keberhasilan ini merupakan suatu pembuktian bahwa teknisi Indonesia mampu membuat satelit yang andal. Hingga saat ini LAPAN-TUBSAT masih berfungsi dengan baik dan masih dapat memberikan gambar dari ruang angkasa. Bahkan jika tidak terdapat anomali, satelit tersebut akan dapat beroperasi hingga beberapa tahun lagi. Hal ini tentunya menjadi prestasi yang luar biasa karena banyak satelit semacam ini hanya berusia kurang lebih dua tahun saja.


LAPAN TwinSat: LAPAN A2 & LAPAN-ORARI (A3)

Dalam waktu dekat ini yaitu pada kuartal keempat LAPAN berencana meluncurkan dua satelit kembar sekaligus. Proyek yang lebih dikenal dengan LAPAN Twinsat ini terdiri dari LAPAN A2 dan LAPAN-ORARI (A3) satelit.  Kedua satelit kembar tersebut dibuat berdsarkan platform pendahulunya yaitu LAPAN A1/LAPAN-TUBSAT namun dengan misi yang berbeda pada setiap satelitnya.

LAPAN A2 didesain guna mendukung penanganan bencana dan juga monitoring kapal. Muatan video surveillance (color for 80 km swath) dan juga kamera digital (Ground resolution: 5,96 m, Ground coverage: 12,2 x 12,2 km) diperuntukkan untuk mendukung penanganan bencana di Indonesia. Disamping itu LAPAN A2 juga dilengkapi dengan muatan repeeater Automatic Identification System (AIS) guna navigasi maritim dan monitoring trafik kapal yang selama ini ditempatkan di darat.

Sedangkan satelit kembarannya yaitu LAPAN-ORARI (A3) adalah hasil kerjasama LAPAN dengan Oraganisasi Radio Amatir Indonesia (ORARI) yang juga diperuntukkan guna bantuan penanganan bencana. ORARI dengan anggotanya yang tersebar di kepulauan Indonesia dengan keahlian menggunakan komunikasi radio nya selalu hadir dalam menyediakan bantuan komunikasi (bankom) pada saat bencana. Terkadang infrastruktur telekomunikasi komersial tidak dapat melayani ataupun tidak dapat terjangkau di wilayah bencana maka pada LAPAN A3 tersebut dimuatkan repeater Voice dan juga APRS guna membantu komunikasi rekan amatir. LAPAN A3 juga dilengkapi dengan muatan 3-band multi imager spectral camera (Ground resolution: 16.7 m, Ground coverage: 101.87 km swath width) dan juga video camera (Video camera PAL color for 80 km swath width ground coverage) guna bantuan monitoring bencana, penggunaan lahan, sumberdaya alam serta monitoring lingkungan.

Skema Operasi LAPAN Twinsat

Kedua satelit tersebut direncanakan memiliki orbit near equatorial yang cukup jarang digunakan oleh negara-negara lain karena memiliki coverage yang sempit. Namun hal ini menguntungkan bagi indonesia karena satelit tersebut akan lebih sering melintas di Indonesia (11-12 kali per hari). Dengan kisaran berat 68 Kg (A2) dan 70 Kg (A3) maka kedua satelit tersebut akan diangkut dan diorbitkan dengan bantuan roket milik India.

LAPAN-IPB Satellite (LISAT)

Institut Pertanian Bogor atau yang lebih dikenal dengan singkatan IPB juga melirik satelit di angkasa guna menempatkan muatan untuk mendukung risetnya mengenai ketahanan pangan di Indonesia. LISAT atau LAPAN-IPB Satellite merupakan nama dari satelit hasil kerjasaman LAPAN dan IPB untuk membangun sistem data tentang ketahanan pangan dengan tingkat akurasi yang tinggi. Harapannya dengan hadirnya LISAT maka  program pembangunan bisa dirumuskan lebih akurat dan alokasi anggaran lebih tepat. Hasil pencitraan satelit akan dimanfaatkan untuk melihat produktifitas lahan, termasuk kaitan dengan pola tanam dan pola panen di setiap wilayah. Jadi kita bisa melakukan `precision farming` dan target produksi padi tidak lagi hanya didasarkan pada ramalan-ramalan seperti sekarang.

LAPAN-IPB Satellite

LISAT akan dibangun dari hasil evaluasi LAPAN Twinsat yang juga memiliki muatan remote sensing. Namun satelit yang rencananya akan diluncurkan 2014 ini memiliki platform yang berbeda dengan LAPAN Twinsat yaitu dengan menggunakan platform Hexagonal.


IiNusat and INSPIRE Program

INSPIRE Roadmap
Pada akhir tahun 2008, Tim Inasat-1 LAPAN (Gunawan S Prabowo, Ery F, Widodo, Cs) bersama dengan FMIPA-UGM (Agfianto E P, Kuwat Triyana, Tri Kuntoro, Iqbal) , Dep. T Elektro UI ( M. Asvial) , dan Dep. Aeronoutika ITB (Ridanto E P) membentuk Konsorsium dengan nama Indonesian Inter University Satellite -1 atau disingkat dengan IiNUSAT-1 di Universitas Gadjah Mada Pada November Tahun 2009 mahasiswa yang tergabung dalam PII di TU Delft (Dedy Wicaksono, Aryo Primagati, Dwi Hartanto) membentuk INSPIRE (Indonesian Nano Satellite Program for Research and Education). Kemudian atas prakarsa PENS (Politeknik Negeri Surabaya)-ITS (Son Kuswadi, Endra Pitowarno, Dadet), maka diadakanlah Workshop sekaligus menyatukan dua program ini menjadi satu yaitu Program Inspire dengan real Project berupa pengembangan satelit nano dengan nama Indonesian Inter University satellite -1 ( IiNUSAT-1). Program ini kemudian di fasilitasi oleh Direktur P2M (Prof. Hapsoro). Pada awal 2010 ITS bergabung (Prof. Gamatyo, dkk) dan pada awal 2010 diadakanlah workshop nanosat di IT Telkom. Pada workshop tersebut mulai bergabunglah personil dari PT.DI (Suseno) dan IT Telkom (Arifin Nugroho, dkk) secara perseorangan. Tahun 2010, atas biaya DP2M telah diadakan 2 kali workshop Mission Analyis dan Desain awal IiNUSAT-1.

Konsorsium yang terdiri dari beberapa lembaga dan juga universitas ini diharapkan dapat memacu setiap universitas memilki riset group yang menyertakan mahasiswanya pada pengembangan teknologi dirgantara agar semakin memperkuat SDM di bidang satelit. Diharapkan pula nantinya setiap universitas mampu mengembangkan sub system satelit demi terwujudnya sub system yang lebih murah. Serta diharapkan akan dibangunnya fasilitas penunjang laboratorium dan munculnya program space engineering di masing-masing universitas. Capaian produknya yaitu diluncurkannya IiNusat-1 pada 2013 (dipercepat menjadi tahun 2012), University Satellite Constellation pada 2015 (PENS-SAT, UGM-SAT, ITB-SAT, UI-SAT, ITT-SAT) dan pada 2017 yaitu Advanced Satelllite Constellation.

IiNUSAT-1

IiNusat-1
Indonesia inter University Satellite – 1 atau yang disebut IiNusat-1 direncanakan akan diluncurkan melalui roket milik India pada 2012. Tim dari berbagai universitas di konsorsium INSPIRE tersebut tengah merancang dan mengerjakan masing-masing sub system daiantaranya OBDH dan House Keeping, Payload and Communication, ADCS, Remote Sensing Payload dan juga Ground Segment tentunya. Diharapkan pada orbitnya nanti yaitu di Sun-synchronous polar orbit (alt= 700 km, inklinasi = 98 deg) satelit tersebut akan memberikan bantuan komunikasi bencana dan juga gambar yang didapat dari hasil remote sensing tersebut. Nantinya IiNusat-1 akan dapat diakses 2-3 kali per hari di wilayah indonesia dengan muatan voice repeaternya yang dapat digunakan oleh rekan amatir radio diseluruh dunia karena muatan tersebut menggunakan band amatir, sedangkan untuk muatan remote sensing hanya akan dapat diakses diatas wilayah Indonesia saja.

Orbit IiNusat-1

Bravo Riset dan Industri Satelit Indonesia !!
Diambil dari berbagai sumber.

5 komentar:

  1. salam kenal pak..suka banget LISAT..semoga terwujud...
    Hari Agung - IPB

    BalasHapus
  2. Salam kenal juga pak Hari..

    Terima kasih telah berkunjung. Dukung terus dunia satelit indonesia..

    Regards,
    Kemal

    BalasHapus
  3. koreksi.....
    INASAT belum jadi diluncurkan Mas.....

    salam

    ridanto

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih atas koreksinya Pak Ridanto, saya memang tidak mencantumkan bahwa INASAT telah mengorbit, karena pernah saya cari di sumber juga belum pernah ada data peluncurannya. Mungkin jika ada sumber yang lengkap bisa dishare disini pak atas penundaan peluncuran INASAT-1 dsb. Nanti akan saya koreksi di redaksi blog. :)

      Saya dapat sumber dari sini http://id.wikipedia.org/wiki/INASAT-1

      Terima kasih,

      I Dream of Satellite

      Hapus
  4. wuiih, IT Telkom sudah ambil bagian di Iinspire ya, walau perorangan, tp memang seharusnya sih, :)
    semoga dunia pendidikan, riset, IT, dsb kita makin maju ya.
    satu lagi, semoga semua universitas saling kerja sama terutama dalam riset inovasi

    BalasHapus