Part 2: Palapa D, Cakrawarta, Garuda and Telkom Satellite Program
Palapa D Program
Palapa-D merupakan satelit buatan Thales Alenia Space (Perancis) yang dipesan oleh PT. Indosat Tbk dan diluncurkan dari Space Port Xi-Chang China pada tgl 31 Agustus 2009 lalu. Satelit Palapa-D direncanakan untuk dapat beroperasi selama 15 tahun (masa tahan di orbit selama 17,5 tahun), dan dibangun berdasarkan model platform Spacebus-4000B3 oleh Thales Alenia Space. Satelit ini berkapasitas lebih besar dibandingkan dengan Palapa-C2 yang akan digantikannya. Keseluruhan proyek Satelit Palapa-D mulai dari proses pembangunan hingga peluncuran diperkirakan bernilai sebesar 230 juta USD.
Palapa D melayani cakupan area seluruh Indonesia, negara-negara ASEAN, sebagian negara di Asia, Timur Tengah dan Australia. Satelit ini memiliki total 40 transponder dengan 24 transponder C-band standard, 11 transponder C-band extended dan 5 transponder Ku-band sehingga satelit ini diperkirakan memiliki total massa 4100 kg saat diluncurkan. Sebanyak 24 transponder C-Band utama Palapa D bekerja di frekuensi 5.9 GHz-6.4 GHz (uplink) dan 3.7 GHz-4.2 GHz (downlink), sedangkan 11 transponder C-Band extended-nya bekerja di frekuensi 6.4 GHz-6.7 GHz (uplink) dan 3.4 GHz-3.7 GHz (downlink).
Satelit Palapa-D akan digunakan sebagai backbone Indosat demi mendukung berbagai layanan Indosat seperti telepon seluler, telepon tetap hingga sirkit sewa. Selain itu Indosat juga akan menyewakan transponder (transponder lease) satelit Palapa-D kepada perusahaan lain, baik dari dalam maupun luar negeri. Segmen pelanggan yang dapat memanfaatkan layanan ini antara lain broadcaster Radio atau Televisi domestik maupun internasional, perusahaan penyedia jasa internet (ISP), perusahaan penyedia jasa VSAT dan anak perusahaan Indosat seperti Indosat Mega Media (Indosat M2) dan Aplikanusa Lintasarta.
Proyek pengadaan satelit pada dasarnya sama dengan proyek lain, namun berhubung tingkat resiko yang lebih tinggi maka setiap proyek satelit akan selalu menggunakan jasa asuransi, dari masa peluncuran hingga akhir masa bakti satelit. Tentu jika terjadi malfungsi maka pemilik (pihak yang mengasuransikan) akan mendapat pertanggungan dari perusahaan asuransi. Mengingat resiko yang (semakin) besar dan dana pertanggungan yang besar, saat ini tidak ada perusahaan asuransi yang sanggup menanggungnya sendiri dan memilih untuk melakukan re-insurance (berbagi resiko) dengan perusahaan asuransi lain. Indosat memilih skema IOD (In-Orbit Delivery) untuk prosat Palapa-D yang artinya Indosat akan menerima satelit di orbit (dengan spesifikasi sesuai kontrak). Jikalau terjadi sesuatu maka kontraktor utama akan memberikan satelit pengganti atau kompensasi yang disepakati bersama (tergantung kontrak).
Kekhawatiran gagal pada setiap peluncuran satelit pastinya akan selalu ada. Pasalnya sempat terjadi gangguan pada roket tingkat ke-3 Long March (CZ-3B) yang menyebabkan satelit Palapa-D tidak dapat mencapai orbitnya yaitu berada pada orbit dengan altitude 20.000-an km dan harus dikoreksi dengan menggunakan propellant satelit sendiri sampai pada jarak orbit yang ditentukan. Namun pada 8 September 2009 Palapa-D telah sukses melewati serangkaian tahap yang diperlukan guna mencapai orbit Geostasioner di 113E dan akhirnya Palapa-D mencapai GSO pada tanggal 9 September 2009. Setelah itu Palapa-D melalui periode in-orbit-test sebelum memasuki orbitnya di 113E dan kemudian secara resmi diserahterimakan dari Thales ke Indosat pada tanggal 28 Oktober 2009 dan hingga kini satelit Palapa-D dapat beroperasi secara normal. Penempatan Palapa-D di 113E mengharuskan terjadinya perpindahan slot orbit pada Palapa-C2 yang sebelumnya menempati slot tersebut menjadi 150.5E yaitu lokasi Palapa-C1 sebelumnya.
Cakrawarta Program
Cakrawarta adalah seri satelit yang dimiliki oleh perusahaan penyiaran Indonesia, PT. Media Citra Indostar (MCI). MCI memulai debut perdananya pada satelit Cakrawarta-1 atau yang juga sering disebut Indostar-1 yang merupakan satelit penyiaran langsung pertama di Asia juga satelit komersial pertama di dunia yang menggunakan frekuensi S-Band pada media pancarnya. Secara operasional, satelit ini digunakan untuk keperluan komersial melalui jasa televisi kabel. Televisi kabel menggunakan satelit ini untuk menayangkan program-program internasional dan tayangan lokal secara langsung di seluruh penjuru Indonesia.
Penggunaan frekuensi S-Band (2.520-2.670 GHz) tersebut tentunya lebih tahan terhadap gangguan di atmosfer daripada frekuensi C-Band dan Ku-Band. Dengan adanya transmisi berkualitas tinggi dan penetrasi yang efisien di atmosfer, frekuensi S-Band cocok sekali di Indonesia yang beriklim tropis di mana curah hujan tergolong tinggi. Performa yang sama tidak mungkin ditemukan pada sistem satelit berbasis Ku-Band ataupun C-Band. Pasalnya, tenaga yang dibutuhkan lebih besar oleh kedua jenis frekuensi ini untuk melakukan penetrasi ke atmosfer yang basah. Untuk komunikasi Uplink nya Cakrawarta-1 menggunakan X-band yang juga merupakan penggunaan pita X-Band pertama untuk kepentingan komersial.
Rancangan satelit Cakrawarta-1 dikembangkan dari awal sekali oleh tim DSI (Orbital Science - OSC) yang merupakan landasan STAR Bus pertama. Cakrawarta-1 diluncurkan pada 12 November 1997 menggunakan roket Ariane 44L-3 dari Kourou, Guiana (Perancis) untuk ditempatkan pada 107.7E. Dengan begitu seluruh pembuatan dan peluncuran satelit Indostar-1 diperkirakan memakan biaya sebesar 35 juta USD. Namun seluruh kontrak ilmiah orbital untuk satelit, koordinasi peluncuran, sistem di bumi, rancangan penerima, pemeliharaan pelanggan, dan sistem pemeliharaan yang lengkap dan operasi mencapai kisaran 175 juta USD.
Tak lepas dari resiko peluncuran dan operasional yang cukup tinggi, maka PT Datakom Asia (yang memegang saham terbesar untuk satelit ini) pada bulan April 1998 mengakui adanya masalah teknis pada satelit Cakrawarta-1. Masalah tersebut disebabkan oleh kesulitan pengadaan energi yang mendukung satelit ini. Karena kegagalan regulator tenaga, dua dari lima transponder satelit ini tidak bisa dipergunakan setiap kali berpapasan dengan bumi. Selama periode tersebut, hanya tersedia 80 persen tenaga yang dibutuhkan. Usia satelit diperkirakan berkurang 7 tahun dari yang direncanakan, yakni 14 tahun. Pihak asuransi membayar sekitar 25 juta USD untuk kerusakan ini.
Pada 16 Mei 2009, seri kedua satelit Cakrawarta yaitu Cakrawarta-2 (Indostar-2) diluncurkan menggunakan wahana luncur Roket Brezze M buatan Khrunichev State Research di Moskow dengan maksud menggantikan masa kerja Cakrawarta-1. Kali ini PT. Media Citra Indostar (MCI) menjatuhkan pilihannya pada satelit buatan Boeing model BS 601 HP untuk proyek Cakrawarta-2 ini yang diharapkan dapat menyediakan layanan komunikasi dua arah dengan kecepatan tinggi untuk jasa internet, data, suara, video, dan multimedia yang dapat menjangkau Indonesia, India, Filipina, dan Taiwan.
Cakrawarta-2 memiliki total 32 transponder, termasuk 10 transponder aktif dan 3 transponder cadangan yang berfungsi sebagai penguat gelombang frekuensi S-Band guna kapasitas saluran televisi yang dapat diterima masyarakat Indonesia dapat bertambah berkali lipat hingga 120-150 saluran. Transponder S-Band nya diperuntukkan untuk mendukung layanan Direct to Home TV (DTH TV) dan Radio guna layanan Indovision dan Top TV (perusahaan yang bernaung di bawah MNC Sky Vision, sama dengan Indovision) di Indonesia yang akan beroperasi sekitar 15 tahun. Sedangkan transponder Ku-Band nya digunakan untuk penyiaran langsung ke rumah dan jasa telekomunikasi lain ke India.
Tak lepas dari permasalahan peluncuran dan pengadaan satelit, kali ini pemerintah Indonesia melalui Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) dan Depkominfo mempermasalahkan kepemilikan Cakrawarta-2/Indostar-2 ini yang ternyata tidak dimiliki sepenuhnya oleh MCI melainkan terdapat pula perusahaan asing yaitu Protostar Ltd (US) sehingga tidak murni milik Indonesia. Pihak MCI mengklaim bahwa memiliki investasi sepertiga dari total 300 juta USD nilai satelit. Namun pasca kebangkrutan Protostar Ltd maka pihak MCI menggandeng SES SA (SES merupakan perusahaan satelit komunikasi global yang kini memiliki 40 satelit di 26 orbit) untuk melakukan pembelian terhadap satelit tersebut dalam proses lelang yang dilakukan pengadilan Amerika Serikat.
Akhirnya PT Media Citra Indostar bersama mitranya SES SA memindahkan satelit Indostar-2/Protostar-2/SES-7 ke slot orbit 108.2E (slot orbit asing) dari sebelumnya 107.7E (slot orbit Indonesia) sebagai jalan tengah terbaik antara dua perusahaan tersebut. Namun terlepas dari permasalahan yang ada, hingga saat ini satelit Cakrawarta-2/Indostar-2 merupakan satelit terbesar dengan kualitas tinggi di Asia. Jangkauannya yang luas dan karakternya yang tahan terhadap cuaca buruk menjadikannya salah satu satelit terunggul yang pernah diluncurkan.
Garuda Program
Pada tahun 1993 Pemerintah Republik Indonesia telah memberikan izin kepada PT Pasifik Ssatelit Nusantara (PSN) untuk dapat menyelenggarakan jasa telekomunikasi dalam bidang Mobile Satellite. Pada bulan September 1993 Pemerintah telah mengajukan permohonan filing untuk Mobile Satellite di Geostationers orbit yang kemudian diberi nama Garuda-1, 2, 3 dan 4 pada lokasi : 80.5E, 118E, 123.5E dan 135E.
Satelit ini akan memiliki antena dua buah dengan aperture 8 meter dan mencakup kawasan Asia Pasifik seperti : Australia, New Zealand, Dataran Asia, Jepang, China, Saudi Arabia dan Indonesia. Kemampuan satelit adalah sekitar 500.000 - 1.000.000 pelanggan atau 12.000 - 14.000 pembicaraan sekaligus. Proyek tersebut bernilai 800 - 900 juta USD dan itu merupakan angka yang besar untuk PSN. PSN mulai membicarakannya dengan partner-partner Asing dikawasan Asia Pasifik di akhir tahun 1993, untuk melihat kemungkinan menangani proyek ini bersama-sama dan mendapatkan dukungan dari pemerintah bahwa Regional Mobile Satellite lebih baik dari pada " Just the Domestic Mobile Satellite".
Setelah satu tahun persiapan PSN telah siap untuk membangun Garuda-1 dan 2 dengan partner asing untuk kawasan Asia Pasifik. Saat ini dibutuhkan penetrasi 130 orang untuk 1 juta penduduk dilihat dari jumlah pemakai selular dan di tahun 2000 penetrasi yang diperlukan sekitar 5-6% dari jumlah pemakaian selular di Asia Pasifik, oleh karena itu peluang bisnis sangatlah besar. Mobile Satellite memungkinkan adanya jaringan-jaringan dalam negeri dan luar negeri yang dapat dibagi sesuai dengan masing-masing keperluan. Terlebih akan sangat lebih baik apabila dapat mengadaptasi Regional Satellite System [ELEKTRO]
Pada Februari 2000 Garuda-1 diluncurkan di Baikonour, Kazakhstan menggunakan wahana luncur Proton D 1e. Roket tersebut memuat satelit ACeS-Garuda/Garuda-1 yang dibuat oleh manufaktur Lockheed Martin (US) dengan platform bus AX2100 yang akan ditempatkan pada slot orbit 123E. Satelit Garuda-1 dapat menampung kapasitas 11.000 sirkut dengan OnBoard Processing (OBP) nya dan juga diakomodasi oleh frekuensi C-Band (untuk kepentingan transmisi ke gateway) dan L-Band (untuk transmisi terminal mobile).
Peluncuran Garuda-1 ini sontak mengagetkan dunia persatelitan dunia pada kala itu. Bagaimana tidak jika sebelumnya sistem MSS yang memanfaatkan Mobile Handset guna komunikasi masih mengandalkan orbit MEO (7.000-10.000 km) atau LEO (600-1.000 km) demi Link Budget nya, namun Garuda-1 dengan sistem yang dibangunya menempatkan pada orbit GEO yaitu 36.000 km di atas permukaan bumi demi memperluas cakupan satelit. Tidak hanya memperluas cakupan satelit, inovasi yang dilakukan pada sistem Garuda-1 satu paket dengan perangkat mobile handset yang telah diperkecil dimensinya.
Sistem Garuda-1 ini dirancang sendiri oleh seorang putra Indonesia yaitu Bp.Adi R Adiwoso (Direktur Utama PSN) yang juga menjalin kerja sama dengan beberapa pihak. Misalnya ia membuat satelitnya ditempat ia pernah bekerja, Hughes Aircraft. Sementara handphone R190-nya dipesan ke pabrik handphone terkenal Ericsson, Swedia. Akan tetapi blue-printnya tetap buatan Bp.Adiwoso dan timnya di PT Pasifik Satelit Nusantara (PSN), yang didirikan Bp.Adiwoso dan Bp.Iskandar Alisjahbana yang tidak lain adalah guru besar dan mantan rektor ITB pada tahun 1991. Garuda-1 dioperasikan oleh PT Asia Cellular Satellite (ACeS) melalui pusat pengendalinya di pulau Batam. ACeS adalah perusahaan yang juga dipimpin oleh Bp.Adiwoso dengan kepemilikan utama pada PT Pasifik Satelit Nusantara, Lockheed Martin Global Telecommunications, the Philippines Long Distance Telephone Company (PLDT) dan Jasmine International Overseas Company Ltd.
Tak terlepas pada setiap resiko yang ada, pada September 2000 ditemukan anomali pada beberapa antena yang secara signifikan mengurangi kapasitas konumikasi. Pada beberapa tahun kemudian beberapa anomali juga ditemukan sehingga kian mengurangi kapasitasnya. Beberapa upaya telah dilakukan oleh teknisi ACeS untuk menyelamatkan satelit tersebut dan diharapkan masih dapat beroperasi dengan baik hingga 2012. Hingga saat ini Garuda-1 masih dapat beroperasi baik di kawasan Asia-Pasifik.
Satelit Garuda-2 dipesan pada tahun 1999 yang direncanakan sebagai satelit yang mendukung Garuda-1 untuk memperluas cakupan hingga Asia Barat, Asia Tengah, Timur Tengah, Eropa dan Afrika Utara namun kemudian hal itu dibatalkan kemudian. Namun demikian satelit Garuda-1 masih dapat berfungsi dengan baik untuk melayani kebutuhan MSS di nusantara dan menjadikannya satelit mobile telephone communication GEO pertama di pasar Asia juga satelit yang paling kuat yang pernah diluncurkan yaitu dengan membawa antena yang berdiameter besar dan juga pancarannya yang kuat hingga 14 kW pada awal masa bakti dan 9 kW pada akhirnya.
Telkom Satellite Program
PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk atau yang lebih dikenal dengan Telkom telah menekuni bisnis satelit selama 30 tahun lebih semenjak program SKSD Palapa pada tahun 1976. Telkom telah membuktikan bahwa teknologi komunikasi satelit dapat cepat digelar serta sangat luwes dalam rekonfigurasinya. Pengalaman Telkom selama hampir 30 tahun dalam layanan dengan basis satelit telah memberikan berbagai keuntungan bagi negara ini misalnya peningkatan penetrasi geografis, teledensitas, distribusi informasi dan akses Internet.
Saat ini Telkom mengoperasikan dua buah satelit dengan total kepemilikan 60 buah transponder yang digunakan untuk kebuthan internal Telkom khusunya pada wilayah timur Indonesia, penyewaan transponder, backhaul selular, bacbone internet, distribusi video, SNG pada delapan kota (Jakarta, Semarang, Surabaya, Denpasar, Makassar, Balikpapan, Medan & Palembang), VSAT-IP dan DTH. Satelit-satelit ini juga merupakan solusi darurat yang paling berdaya-guna saat hubungan terestrial mengalami masalah.
Seri pertama satelit Telkom dimulai dengan peluncuran Telkom-1 pada 12 Agustus 1999 menggunakan wahana luncur Ariane-44P untuk dapat ditempatkan di 108E. Telkom-1 dipesan melalui manufaktur Lockheed Martin dengan platform bus A2100A yang membawa 36 transponder yaitu 24 C-Band dan 12 Extended C-Band. Didesain memancar hanya dengan single beam saja ke arah Asia Tenggara dan diharapkan dapat beroperasi selama 15 tahun. Telkom memercayakan bisnis satelitnya kepada anak usahanya yaitu PT Multimedia Nusantara (Metrasat).
Pada tahun 2005 seri kedua satelit Telkom segera diluncurkan dengan penamaan Telkom-2 untuk menggantikan satelit Palapa-B4 di orbit 108E. Setelah beberapa kali mengalami penundaan selama delapan kali akibat permasalahan teknis, akhirnya Telkom-2 resmi diluncurkan menggunakan roket Ariane-5 ECA (dual launch) dari Kourou di Guyana Perancis pada tanggal 16 November 2005. Telkom-2 dibuat oleh Orbital Sciences Corporation dengan memiliki 24 transponder C-Band dan mengandalkan pancaran dual beam yang memiliki cakupan satelit ini meliputi Asia Tenggara dan anak benua India. Kabar terakhir menyebutkan bahwa satelit Telkom-2 berada pada koordinat slot orbit 118E dan hingga kini masih beroperasi dengan baik.
Telkom-2 memiliki umur operasi selama 15 tahun dan bernilai sekitar 170 juta USD. Sekitar 70 persen kapasitas transponder Telkom-2 akan disewakan kepada pihak luar dan kapasitas sisanya akan digunakan sendiri oleh Telkom untuk mendukung sistem komunikasi transmisi backbone yang meliputi layanan telekomunikasi sambungan langsung jarak jauh (SLJJ), sambungan langsung internasional (SLI), internet, dan jaringan komunikasi untuk kepentingan militer.
Setelah sukses dengan dua satelit seri Telkom sebelumnya, pada kuartal ketiga tahun 2011 ini direncanakan satelit Telkom-3 akan segera rampung dan diluncurkan pada menggunakan roket Proton-M Breez-M. Telkom-3 direncanakan untuk beroperasi di slot orbit 118E Bumi selama 15 tahun dengan membawa 32 transponder C-Band dan 10 transponder Ku-Band dengan massa 1.6 ton dan berdaya 8.5 kilo Watt. Perusahaan manufaktur ISS Reshetnev (Rusia) akan membangun satelit Telkom-2 berdasarkan rancangan model Ekspress-1000N milik mereka dan bekerjasama dengan Thales Alenia Space (Perancis) yang memasok Payload Unit dan Antena.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar